Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa SMAN tentang Pendidikan Seks (Sex Education)

KTI KEBIDANAN
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMUN 1 ..... TENTANG PENDIDIKAN SEKS (SEX EDUCATION)

B A B I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dewasa ini kehidupan seks bebas telah merebak ke kalangan kehidupan remaja dan anak sehingga pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi yang lebih trendnya sex education sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja baik malalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja (Syarif, 2008: 39).
Berdasarkan kesepakatan International di Kairo 1994 (The Cairo Consensus) tentang kesehatan reproduksi yang berhasil ditandatangani oleh 184 negara termasuk Indonesia, diputuskan tentang perlunya pendidikan seks bagi para remaja. Dalam salah satu butir konsensus tersebut ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan merumuskan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi serta menyediakan informasi yang komprehensif termasuk bagi para remaja (Syarif, 2008: 39)
Sementara meninjau berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia, agaknya masih timbul pro kontra di masyarakat, lantaran adanya anggapan bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu dan pendidikan seks akan mendorong remaja untuk berhubungan seks. Sebagian besar masih berpandangan stereotype dengan pendidikan seks seolah sebagai suatu hal yang vulgar (Syarif, 2008: 39).
Menurut Sofyan, selaku senior Koordinator Central Mitra Remaja (CMR) yang merupakan salah satu unit kegiatan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan, selama ini jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak sebahagian orang adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin yang membedakan antara cowok dan cewek atau laki-laki dan perempuan secara biologis (Syarif, 2008: 40)

Dari data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 1997) menyebutkan, dari 1563 perempuan usia subur, terdapat 5 0,9% melakukan aborsi secara sengaja pada usia 15-19 tahun, sekitar 11,9% melakukan secara tradisional ataupun medis. Cara tradisional yang digunakan untuk aborsi adalah meminum jamu atau ramuan tradisional, jumlah pelakunya sekitar 27,5%. Sementara itu dari penuturan yang disampaikan oleh Mestika (1996) yang merangkum dari hasil penelitian para pengamat masalah sosial remaja dibeberapa kota besar antara lain: Sarwono (1970) meneliti 117 remaja di Jakarta dan menemukan bahwa 4,1% pernah melakukan hubungan seks. Beberapa tahun kemudian, Eko (1983) meneliti 461 remaja dan dari penelitian ini diperoleh data bahwa 8,2% diantaranya pernah melakukan hubungan seks dan 10% diantaranya menganggap bahwa hubungan seks pranikah adalah wajar. Di Semarang, Satoto (1992) mengadakan penelitian terhadap 1086 responden pelajar SMP-SMU dan menemukan data bahwa 4,1% remaja putra dan 5,1% remaja putri pernah melakukan hubungan seks. Pada tahun yang sama Tjitara mensurvei 200 remaja yang hamil tanpa dikehendaki. Survei yang dilakukan Tjitara juga memaparkan bahwa mayoritas berpendidikan SMA ke atas, 23% diantaranya berusia 15-20 tahun dan 77% berusia 20-25 tahun (Syarif, 2008: 41)
Dengan begitu banyaknya faktor yang menyebabkan efek pornografi membuat remaja terjerumus ke alam bebas yang tidak bertanggung jawab misalnya, film layar lebar, VCD, DVD, media cetak, sampai assesoris yang mudah didapatkan bahkan tayangan televisipun saat ini mengarah kepada hal yang seperti itu dan juga belum lancarnya komunikasi remaja dengan orang tua yang menyangkut soal seks. Dari data survei yang diambil oleh Synovate Research ke 450 responden dan 4 kota dengan kisaran usia antara 15-24 tahun, mengungkapkan bahwa sekitar 65% informasi tentang seks, mereka dapatkan dari kawan, dan 30% sisanya dari film porno. Ironisnya hanya 5% dari resdponden remaja ini mendapat informasi tentang seks dari orang tuanya ((Syarif, 2008: 41).
Kurangnya pengetahuan seks dan kehidupan remaja serta adanya data dan adanya tanggapan bahwa pendidikan seks adalah tabu membuat para remaja bukan menjadi takut tetapi mereka lebih ingin mencari tahu sendiri melalui informasi-informasi yang mudah mereka dapatkan melalui kaset VCD, film layar lebar, gambar-gambar dan masih banyak lagi. Hal tersebut membuat remaja menjadi penasaran dan terdorong untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah tanpa melihat akibat-akibat yang akan ditimbulkan.
Hasil penelitian yang dilakukan Armelia, (2007) mengenai pengetahuan siswa tentang pendidikan seks di SMU Kristen Tentena dari 58 responden
didapatkan siswa yang memiliki pengetahuan baik 51,7% dan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik adalah 48,3%.
SMUN 1 .......... merupakan sekolah yang terluas di daerah .......... serta belum pernah dilakukan penelitian dan belum pernah diadakan penelitian tentang pendidikan seks untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian di tempat ini, dan ingin mendapatkan gambaran yang jelas dan akurat mengenai pengetahuan dan sikap remaja tentang pendidikan seks (Sex Education).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk lebih mengetahui “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa SMUN 1 .......... Tentang Pendidikan Seks (Sex Education) Tahun 2010”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMUN 1 .......... tentang pendidikan seks (Sex Education) Tahun 2010.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMUN 1 .......... tentang pendidikan seks (Sex Education).
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya tingkat pengetahuan siswa SMUN 1 .......... tentang pendidikan seks (Sex Education).
b. Diketahuinya sikap siswa SMUN 1 .......... tentang pendidikan seks (Sex Education).

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Manfaat bagi institusi
Sebagai bahan masukan kepada institusi untuk memberikan informasi tentang pentingnya pendidikan seks di sekolah.
2. Manfaat bagi peneliti berikutnya
Sebagai bahan referensi atau data bagi penelitian selanjutnya.
3. Manfaat bagi penulis
Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan keilmuan terhadap pendidikan seks (Sex Education).
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMUN 1 .......... pada bulan Juli 2010.

Sumber : www.medical-journal.co.cc

Hubungan Antara Pengetahuan Orang Tua tentang Pemberian Makan Kepada Anak dengan Kejadian Obesitas pada Balita

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pemberian nutrisi secara seimbang pada anak harus dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai anak berumur 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, anak diberikan tambahan atau pendamping ASI (PASI). Pemberian PASI ini penting untuk melatih kebiasaan makan yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang meningkat pada masa bayi dan prasekolah. Karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak (Nursalam,dkk.2005).
Namun tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang. Kondisi ini menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan anak yang lain. Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan keadaan gizi buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian makanan yang seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih atau gizi kurang terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut kebutuhan anak.
Obesitas merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan (Damayanti, 2004). Secara umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya energi dari makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi beberapa faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005).
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas, yaitu genetik, lingkungan dan neuro (Juanita, 2004). Namun, berdasarkan hasil penelitian Badan International Obeysitas Task Force (ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak yang kegemukan, 99% anak obesitas karena faktor lingkungan, sedangkan yang dianggap genetik biasanya bukan genetik tetapi akibat faktor lingkungan (Darmono, 2006). Faktor lingkungan ini dipengaruhi oleh aktifitas dan pola makan orang tua anak, misal pola makan bapak dan ibunya tidak teratur menurun pada anak, karena di lingkungan itu tidak menyediakan makanan yang tinggi energi, bahkan aktifitas dalam keluarga juga mendukung (Darmono, 2006).
Komplikasi dari anak – anak yang mengalami obesitas, bisa terjadi diabetes tipe 2 yang resisten terhadap insulin, sindrom metabolisme, muncul tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan tingkat blood lipid yang abnormal (Fauzin, 2006).
Menurut Roskitt dan Clair yang dikutip oleh Subardja D, 2004, “obesitas pada anak merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif kardiovaskuler, Diabetes Mellitus, dan penyakit degeneratif lainnya yang dapat timbul sebelum atau setelah masa dewasa”.
Di Indonesia, angka kejadian obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan perubahan pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah identik dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998). Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan makanan dan nilai makanan juga merupakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang (Budiyanto, 2004). Obesitas yang terjadi sebelum umur 5 tahun mempunyai kecenderungan tetap gemuk pada waktu dewasa, dari pada yang terjadi sesudahnya (Soetjiningsih, 1998).
Peningkatan prevalensi obesitas ini terjadi di Negara maju maupun berkembang. Menurut Damayanti, 2004 prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir naik dari 7,6 – 10,8% menjadi 13-14%. Sedangkan anak sekolah di Singapura naik dari 9% menjadi 19 %.
Mengutip Survey Kesehatan Nasional, di Indonesia prevalensi obesitas pada balita juga naik. Prevalensi obesitas pada tahun 1992 sebanyak 1,26% dan 4,58% pada 1999. Sedangkan berdasarkan data RSU Dr.Soetomo Surabaya bagian anak menyebutkan jumlah anak kegemukan (obesitas) 8% pada tahun 2004 dan menjadi 11,5% pada tahun 2005.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya, dari 122 siswa didapatkan data anak yang mempunyai status gizi Lebih (obesitas) sebanyak 21 orang atau 17,2%.
Melihat dari uraian di atas masalah yang terjadi adalah kejadian obesitas pada anak dan balita terus meningkat, serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak. Pengetahuan yang kurang ini dapat menyebabkan perilaku yang salah dalam memberikan dan mengawasi pola makan anaknya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita”.

1.2 Rumusan masalah
Apakah ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita?

1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan orang tua dari balita yang obesitas dan balita yang tidak obesitas di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya tentang pemberian makan kepada anak
1.3.2.2 Mengidentifikasi kejadian obesitas pada balita di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya
1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya.

1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi program kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pembinaan dan pelatihan serta pioritas program dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat dan penanggulangan kasus obesitas di masyarakat, khususnya pada balita.
1.4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah kajian baru ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan dan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan penelitian selanjutnya
1.4.3 Bagi penulis
Penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama di bangku kuliah dalam kehidupan yang nyata di tengah-tengah masyarakat.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan/ sumber rujuan bagi penelitian – penelitian selanjutnya.

Sumber : www.medical-journal.co.cc